Akhir Era Sang Legenda

Ini adalah posting berisi curhatan, curhat atas kekecewaan. Silaken ndoro sekalian untuk menyimak..

Kapan hari ane baca artikel di internet yang mengataken bahwasanya Honda Tiger utowo Honda GL-R resmi stop produksi alias diskontinyu. Nasibnya sama kayak Yamaha RX-King, diskontinyu gara-gara regulasi. Jikalau dulu RX-King terbentur masalah emisi, sekarang Tiger dihalang-halangi oleh sistem pengabutan bahan bakar konvensionalnya. Dengan kata lain, Tiger harus stop produksi karena mengikuti tuntutan pemerintah bahwa tahun 2015 sepeda motor harus sudah menganut sistem injeksi.

Kenapa enggak ganti mesin aja trus tampang lama dipertahankan dengan sedikit upgrading? Maksudnya enggak ngerubah total gitu.. Entahlah, pasti ada tujuan lain dari tukang pabriknya. Misalnya buat mendongkrak penjualan, dan lain-lain yang enggak jauh-jauh dari kata “duit”.

legendary ride
AHM bilang klo Honda Tiger penjualannya menurun. Yo jelas, lha wong sejak dia mbrojol tahun 1994 (ada yang bilang 1993) mesinnya itu mesin kolot bin kuna lereng. Tapi buat ane, ke-kuna lereng-an inilah yang bikin ane jatuh hati sama doi.
Enggak ribet, part gampang disubstitusi, mau ori sampe KW 9 juga ada di pasaran. Buat yang demen ngorek mesin Tiger-lah pilihan recommended. Dengan basis mesin cukup besar, sedikit ubahan mungkin bisa bikin ini motor sanggup buat yak-yakan.

Sedikit cerita nih, ane dulu punya dua motor idaman. Satunya RX-King, satunya lagi ya si Tiger ini.
Keinginan buat memiliki RX-King udah tersalurkan lewat RX-S tua (baca tulisannya disini), sedangkan si Tiger juga udah ada di pelukan ane sejak 2010. Alhamdulilah..

Kenapa Tiger? Padahal waktu itu yang lagi ngetrend di kalangan ABG labil itu Satria FU sama motor-motor matik.
Alasannya kebetulan bapak ane juga demen Tiger sama Scorpio model lama, dan akhirnya di tahun 2010, sepulang sekolah ane udah ngeliat ini motor mbegogok di garasi rumah. Kebetulan, bener-bener kebetulan. Karena ane gak pernah sekalipun minta dibeliin Tiger. Cuma dulu pernah dijanjiin dibeliin Tiger klo berhasil masuk SMA favorit di Banjarnegara, dan kenyataannya ane enggak masuk SMA favorit (ya enggak masuk lah, ikut pendaftaran aja enggak) dan motor itu tetep dateng ke rumah. Lha priwe maning, pancen kekarepane wong tua 😀

Kata ane: “Motor laki itu Tiger! Tiger itu legenda, Tiger itu kharismatik!”

Sebelum kemunculan beberapa produk sport pabrikan sebelah, Tiger jadi pilihan ajib buat yang nyari motor laki dengan harga enggak terlalu tinggi. Di era Tiger Revo generasi pertama (2006-2008, single headlamp, berkode GL-200R atau GL-200D buat velg jari-jari), Tiger masih bisa memenangkan pasar motor sport. Mungkin hal ini juga dikarenakan pesaingnya waktu itu enggak seberapa banyak klo dibandingin sekarang.

Lanjut ke generasi selanjutnya, yaitu ke Tiger New Revolution Cruiser, yang lebih banyak dikenal sebagai Tiger picek oleh sekelompok orang yang menganut kekolotan dan menolak pembaharuan. Desain lampu asimetris khas moge luar negeri ternyata masih terlalu dini buat diterapkan di Indonesia. Terbukti lewat berbagai cemoohan yang diterima New Revo ini. Walaupun begitu, menurut ane, penjualannya sebenernya masih lumayan. Ini masalah mindset Tiger yang udah tertanam di sebagian otak orang Indonesia (terutama angkatan tua). “Terserah gimana bentuknya, asal namanya Tiger, itu bagus!”

Beberapa minor upgrade dilakukan, biasanya cuma striping doang. Ini yang memunculkan kesan Tiger dari dulu cuma ganti baju doang, sempak aja enggak pernah ganti.

Sampai pada 2010, beberapa perubahan yang cukup menonjol dilakukan AHM. Yaitu ngeluarin New Revo berlampu single. Klo enggak salah kodenya GL-200R A1. This is it, the last legend.

Entah gimana nasib komunitas-komunitas Tiger itu nantinya. Komunitas yang dikatakan berjumlah 200, dan beranggotakan 20.000 orang.

Stay being legend! Rawwrr..!!

PS: Maaf klo kesannya ketinggalan update. Sebenernya draft post ini udah dibikin sejak akhir Maret lalu, tapi gegara beberapa kesibukan, post ini baru diselesaikan hari ini 😀

2 responses to “Akhir Era Sang Legenda

Leave a comment